CINDILARA Pada jaman dahulu kala, berdirilah kerajaan yang megah, damai, dan sejahtera bernama Kerajaan Surya yang dipimpin oleh seorang raja yang bernama Taro. Di kerajaan tersebut terdapat sebuah desa, di sana hidup seorang putri yang baik, lemah lembut dan cantik, ialah Cindi. Ia tinggal bersama ayahn, ibu tiri dan kedua saudara tirinya. Rasa tentram, bahagia selalu Cindi rasakan ketika ayahnya tercinta ada disampingnya. Namun tiba-tiba semua itu sirna saat tenrdengar kabar bahwa ayahny telah tiada. Adegan I Cindi :” Ayah….. Kenapa meniggalkan aku secepat ini?” (Menangis tersedu-sedu) Ibu dan kedua saudara tiri :” Oh ayah……, kenapa kau bias secepat ini pergimenoinggalkan kami” (Sambil berpura-pura mengis dan berbisik-bisik) Cindi : (Menciumi jenazah ayahnya) Saat itu jug ayah Cindi dimakamkan. Sepeninggal ayahnya, kehidupan Cindi berubah. Ibu : “Cindi, Cindi, Cindi” Cindi : “Iya ibu” Ibu : “Telinga kamu dimana?” Cindi : “ di sini bu” (memegang kedua telinganya) Tia :” Punyaku”(berteriak) Ara :” bukan itu punyaku, kan itu ada dikamarku” ( berteriak dan menarik minuman hingga jatuh ) Ibu :” Kalian….” Tia :” Apa sih bu? Semau ini salah Ara!” ( memotong ucapan ibu) Ara :“ Bukan ini salah Tia” ( berteriak) Ibu : “ Sudah, sudah. Kalian keluar! Cindi bersihkan ini sekarang!” Cindi : “ Baik, bu” ( kaget karena dibentak dan segara berlari mengambil kain pel dan segara membersihkan lantai itu dengan penuh kerelaan ) Tia ; ( Tiba-tiba datang dan sengaja mengganggu Cindi bekerja ) “ Ups masih basah ya. Maaf ya. Aku memang sengaja gangguin kamu ! Loh jatuh! Ngapain ngelihat? Nggak suka? Urusan kamu ya! Cepat bersihin!” Belum puas melihat Cindi menderita, Ara pun menambah penderitaan Cindi. Ara : ( sengaja menabrak Cindi di lain sisi ruangan ) “ Aduh! Ya ampun Cindi, mangkanya kalau naruh ember itu jangan sembarangan! Jadi kena orang dan basah semua lagi” Cindi :“ Maaf kak” ( sedih) Hari demi hari telah Cindi lalui bersama Ibu dan kedua Saudara tirinya, namun tak ada sedikitpun kebahagiaan yang Cindi rasakan, Ia hanya merasakan kesedihan dan penderitaan. Cindi pun hanya bisa menerima semua itu dengan pasrah dan melampiaskan kesedihannya dengan bernyanyi. Tiba-tiba Cindi dikagetkan oleh Ibu :” Cindi, Cindi!” Cindi :” Apa bu?...” ( terkejut) Ibu : “ Cepat belanja. Ini uamg dan daftar belanjaannya” ( menyodorkan uang dan daftar belanjaan yang panjang ) Cindi : ( melihat daftar belanjaan ) “ Tapi bu uang segini ya mana cukup” Ibu :” Jangan banyak protes. Pokoknya semua bahan itu harus ada! “ Cindi :” baiklah bu” ( berbalik badan dan memikirkan cara untuk membeli semua barang tesrebut) Satu persatu bahan telah Cindi dapatkan. Namun, ada satu bahan yang belum ia dapatkan dan uangnya pun tinggal sedikit Cindi :” Uang segini cukup a[a enggalk ya buat beli ayam?” (berjalan menuju pedagang ayam) Pedagang :“ yang mana mbak?” Cindi :” kslsu uang segini dapat yang mana bu?” Pedagang :” kalau uang segitu dapat yang ini mbak” ( menunjuk cakar ayam) Cindi :” Tolonglah bu. Saya saya butuh ayam ini” ( memelas dan menunjuk dada ayam) Pedagang :” ya tidak bisa mbak” Cindi :” ayolah bu” Pedagang :” ya gak bisa mbak” ( berkata agak keras) Raja :” Ada apa ini?” Pedagang : “ ini lho tuan mbak ini mau beli ayam tapi uangnya Cuma Rp. 1. 000 ya mana ada” Cindi :” uang saya sudah habis tdi dan saya sangat membutuhkan ayam ini” Raja :”Ya sudah bu berikan saja. Nanti biar saya yang bayar” Cindi :” tidAK usah tuan” Raja :”Sudahlah ambil saja, saya ikhlas membantu” Pedagang :” BVaiklah silakan ambil ayamnya” Cindi :” terima kasih, bu. Terima kasih banyak tuan” ( bergegas pulang) Raja :”Iya sama-sama” ( terus melihgat cindi dan terpesona) “ Hei, tunggu ! Siapa namamu?” |